UNTITLED #1

Bosan rasanya Lani berulang kali memperhatikan jam tangannya. Rasanya sudah hampir satu jam Lani menunggu kedatangan Yolan. Lani dan Yolan adalah dua sejoli yang telah menjalin cinta dan kasih sayangnya selama kurang lebih 3 tahun. Namun tak seperti hari-hari sebelumnya, akhir-akhir ini Yolan tampak menghindar dari Lani.

Lani terus mencoba menghubungi Yolan, tapi tetap saja tidak aktif. Lelah yang di rasa Lani membuatnya semakin tak sabar dan berniat pulang.

“Apa aku salah mengajaknya bertemu disini? Ku rasa ia tak sibuk!!”

Akhirnya Lani pulang, agak berat hati ia melangkahkan kakinya. Tapi, mau di apa lagi, Lani tak mungkin bertemu Yolan saat itu.

Sesampainya di rumah, lagi-lagi Lani mencoba menghubungi Yolan. Kali ini berhasil.

“Hai Yolan. Kamu sibuk?”

“Nggak juga.”

“Kok ngejawabnya singkat gitu. Kamu cape?”

“Yah, mungkin. Mungkin aku perlu banyak istirahat. Sepertinya aku kurang sehat. Kamu baik-baik aja kan?”

“Oh, iya aku baik-baik aja. Yang tadi sore…….”

“Oh, maaf. Aku lupa dengan janji kita. Selesai dari tempat kursus, aku langsung pulang.”

“Ya udah, nggak apa-apa. Kamu istirahat yah! Bye!”

“Iya, makasih atas perhatiannya. Bye juga!”

Komunikasi yang sangat singkat. Tak seperti yang dulu, mungkin mereka memerlukan waktu lebih dari satu jam untuk ngobrol bareng lewat handphone. Itu pun belum cukup, mereka juga sering jalan bareng.

Lani menyadari perbedaan Yolan. Ia sangat tahu Yolan, karena sudah sejak kelas 2 SMP  yang lalu ia bersama. Namun Lani tak berani menanyakan hal ini pada Yolan. Bagaimana jika Yolan benar-benar sakit. Lani mencoba memakluminya.

—^_^—

Esok harinya saat di sekolah. Lani menunggu tepat di depan pintu gerbang, padahal 5 menit lagi, jam pelajaran akan di mulai. Jika Lani yang terlambat datang, Yolan setia menunggu Lani di depan pintu gerbang, begitu juga sebaliknya. Namun kali ini benar-benar aneh, tak biasanya Yolan datang selambat ini.

Bel sekolah berbunyi. Satpam penjaga sekolah sudah hampir menutup pintu gerbang.

“Non, ayo masuk! Ntar telat loh, nunggu siapa sih?”

“Yolan pak!”

“Ya ampuun. Coba non bilang dari tadi, Yolan sudah datang dari tadi pagi. Dia langsung menuju ruang OSIS!”

“Sudah datang??? Makasih pa!”

Lani berlari meninggalkan Pak Satpam dan menuju kelasnya. Benar saja, Yolan telah berada di kelas. Dengan kertas yang bertumpuk di hadapannya. Lani segera duduk dan menghampiri Yolan.

“Yolan! Kamu sudah datang dari tadi? Kertas apa itu?”

“Maaf, Pak Rama menyuruhku segera mengantarkan kertas-kertas ini. Ini kertas-kertas proposal kerja OSIS tahun lalu, jadi banyak sekali. Nanti kita sambung, aku harus menemui Pak Rama!”

“Oh, iya!”

Yolan meninggalkan Lani dengan membawa kertas-kertas tadi. Tampaknya Yolan benar-benar menghindar. Lani lupakan masalah ini, ia harap ini karena Yolan sibuk dengan kegiatan OSIS.

—^_^—

Jam istirahat berbunyi. Lani berdiri di depan pintu kelasnya, menanti Yolan. Biasanya mereka bersama-sama ke perpus atau ke kantin di jam istirahat. Lani berpikir lagi, mungkin saja Yolan masih sibuk dengan tugas Pak Rama itu.

Lani pun berjalan sendiri menuju perpus. Tepat di depan ruang OSIS, ia menghentikan langkahnya. Sedikit ia menengok ke dalam ruang itu. Lani melihat Yolan bersama Arla sedang membincangkan sesuatu. Arla, teman Yolan dan juga Lani, ia memang anggota OSIS.

“Arla?? Bukan nya Arla itu anggota sekbidku? Kalau gitu, kenapa aku sebagai koordinatornya gak ikut diskusi sih?”

Lani pun penuh tanya. Ia beranikan diri masuk ke ruang OSIS. Ia berpura-pura mencari novel yang ia memang tinggalkan di meja nya. Sedikit senyum ia berikan pada Yolan, Yolan pun membalasnya dengan senyum kecil lalu melanjutkan pekerjaannya. Lani mengambil novelnya dan langsung pergi meninggalkan Yolan dan Arla.

“Apa sih yang mereka urus?? Sampai-sampai Yolan cuek gitu ama aku! Atau aku ada salah sama dia?”

Lani melanjutkan langkahnya ke perpustakaan. Di jalan, ia bertemu dengan Pak Rama, pembina OSIS di SMA Bunga Bangsa, tempatnya bersekolah.

“Lani? Sudah selesai tugas dari bapak?”

“Tugas? Tugas apa pak? Memangnya bapak memberi saya tugas apa?”

“Aduh, masa kamu tidak tau. Kemaren saya memberikan kamu dan Yolan pekerjaan OSIS. Kamu dan Yolan saya suruh menyusun agenda kerja OSIS.”

“Oh, mungkin saja Arla yang mengerjakannya. Tadi saya melihat Arla dan Yolan mengerjakan sesuatu.”

“Oh, bagus kalau begitu.”

Lani sampai di perpustakaan. Ia duduk, dan membuka-buka novel yang ia ambil tadi. Sarah, menghampiri Lani.

“Eh, Lani!”
“Oh, iya. Kenapa?”

“Tumben nggak bareng Yolan. Nggak lagi bermasalahkan?”
“Ah, nggak tau juga. Dia lagi sibuk.”

“Oh, oiya. Denger-denger nanti kamu, Yolan, Arla dan Ardi berangkat ke Jakarta ya?? Katanya dalam rangka kegiatan OSIS? Iya?”
“Masa sih, aku nggak tau loh! Kamu tau dari mana?”
“Tadi Pak Rama nyusun berkas di perpus. Trus ngobrol sama aku. Bapak sebenarnya nggak mau Arla ikutan, soalnya udah ada kamu. Eh, Yolan bilang, biar kamu ada temennya. Ku kira kamu ada masalah dengan Yolan.”

“Oh, mungkin. Aku sama Yolan? Haha,, aku juga nggak tau. Dia tiba-tiba nyuekin aku akhir-akhir ini.”

—^_^—

Apa yang di katakan Sarah benar adanya. Lani baru saja menerima kabar dari Pak Rama bahwa Lani, Yolan, Arla dan Ardi harus bersiap ke Jakarta besok. Itu pun Ardi yang menyampaikan, bukan Yolan. Kemana Yolan?

Lani coba mengirimkan pesan singkat ke Yolan, ia takut bila menelpon, Yolan merasa terganggu. Pesan nya memang terkirim, tapi tak sama sekali ada jawaban dari Yolan. Biasanya Yolan segera membalas pesan dari Lani, bahkan sebelumnya ia menunggu-nunggu.

“Ada apa dengan Yolan??”

—^_^—

Esoknya saat akan berangkat dan mereka berada dalam pesawat. Untunglah Lani dan Yolan duduk bersebelahan. Lani mencoba memulai obrolan dengan Yolan yang sedang sibuk membaca suatu buku.

“Buku apa itu Yolan?”

Yolan tak menjawab, ia hanya melihatkan sampul buku itu.

“Bagaimana menjadi duta pelajar yang teladan??” baca Lani dalam hati.

 

“Kamu mau ikut kompetisi duta pelajar?”
“Iya. Kalau tidak ada yang menghalangi.”

“Maksudnya?”

“Bukan apa-apa. Kamu ikut juga kan?”

“Tentunya.”

“Sudahlah, jangan ribut. Nggak enak sama yang lain.”

Lani merasa perjalanan ini sungguh amat sangat menyebalkan. Ia tak suka di cuekin seperti itu. Apa lagi di cuekin dengan orang yang selama ini ia sayangi.

Mereka sampai di tempat tujuan. Lagi-lagi Yolan menghindar dari Lani, ia menarik Ardi menuju kamar mereka masing-masing.

Lani pun bersama Arla menuju kamar mereka.

 

Saat acara di mulai, sampai acara selesai, Yolan selalu menghindar dari Lani. Lani benar-benar bingung dengan Yolan. Ia pun memberanikan diri mengirim pesan singkat kepada Yolan. Lani menanyakan ada apa gerangan dengan Yolan sehingga ia berubah. Tetap saja, Yolan tak membalasnya.

“Ey, Arla! Mau kemana?” tanya Lani saat melihat Arla akan keluar kamar

“Aku mau ketemu Yolan. Ada berkasku yang tertinggal di tumpukan berkasnya.”

“Oh..”

Kali ini Lani benar-benar tak dapat menahan amarahnya, ia merasa sangat cemburu dengan Arla. “Apa Yolan udah gak sayang lagi sama aku? Apa Yolan mulai suka dengan Arla?? Argh, aku bener-bener gak mau ini terjadi! Rasanya sudah cukup kamu hukum aku seperti ini Yolaaan. Apa salahku? Aku ngerasa aku ni selalu salah sama kamu.” Kata Lani dalam hati, air matanya pun menetes sedikit demi sedikit.

Saat mereka pulang, bukan hanya Yolan yang menghindar, Lani pun mencoba menghindar darinya. Lani serasa menemukan dirinya yang lain, dirinya yang palsu karena jujur ia masih sangat sayang dengan Yolan.

—^_^—

Acara kompetisi duta pelajar semakin dekat. Untuk mengikuti ajang ini, tentulah diadakan suatu seleksi di setiap sekolah. Lani dan Yolan mengikuti ajang ini. Dalam hati Lani sesungguhnya ia sangat berharap, ia dan Yolan lah yang terpilih.

Lani berusaha sungguh-sungguh agar ia berhasil terpilih. Mengikuti ajang ini, dan menjadi duta pelajar, sudah ia cita-citakan sejak kelas 1 SMP dulu. Waktu SMP dulu, ia dan Yolan yang menjadi duta pelajar di daerahnya, karena ia dan Yolan dulunya berbeda sekolah. Lani telah menargetkan ini sejak ia mulai masuk di SMA Bunga Bangsa. Ia telah belajar dan bersiap diri menghadapi ajang ini.

Sampai saatnya seleksi di SMA Bunga Bangsa di mulai. Dengan tenang dan tepat, Lani berhasil menjawab semua pertanyaan dari juri. Begitu pun Yolan. Tak tampak ada perasaan yang berbeda dari Lani dan Yolan. Mereka seperti orang yang tak saling mengenal, sebenarnya, banyak teman-teman mereka mempertanyakan hal ini.

Pengumuman hasil seleksi ini akan di umumkan sehari setelah seleksi.

—^_^—

Lani terus-terusan berdoa agar ia terpilih sebagai wakil dari sekolahnya, begitupun Yolan. Sampai juri-juri masuk, semua peserta menampakkan wajah tegang.

“Sebelumnya, kami minta maaf bila selama seleksi kemaren terjadi kesalahan. Kami minta maaf juga, karena kami membawa berita buruk untuk kalian. Setiap sekolah hanya bisa mengirimkan satu wakilnya untuk mengikuti kompetisi duta pelajar teladan tahun ini. Kami harap kalian tak berkecil hati. Kami juga mohon keikhlasan kalian untuk mendukung wakil dari SMA kita, yaitu…. “Lani Oktaria Putri”.”

Semua bertepuk tangan. Hal yang pertama Lani lakukan saat mendengar namanya di sebut, bukanlah ikut bertepuk tangan. Ia justru memalingkan wajah, memperhatikan Yolan. Yolan tampaknya sangat kecewa, hampir-hampir menangis. Tak Lani sadari, air matanya menetes. Bukan hanya karena ia yang terpilih, ia juga merasakan apa yang Yolan rasa.

Yolan keluar dari ruangan itu. Entah kemana, untuk saat itu Lani tak dapat mengejarnya.

—­^_^—

Mengikuti kompetisi duta pelajar yang awalnya adalah sebuah cita-cita Lani, kini menjadi bebannya. Entah mengapa, kejadian itu masih ia ingat. Lani bingung harus bagaimana, apa ia harus melanjutkan cita-citanya tapi dengan hati yang berat, atau memberikan kesempatan ini pada Yolan?

Dua hari sudah Lani tak turun ke sekolah. Kondisi badannya semakin melemah, ia terus memikirkan hal itu.

Tepat lima hari setelah pengumuman itu, saat Lani sudah bisa masuk ke sekolah walau kondisi badannya semakin melemah dari sebelumnya. Ia memberanikan diri untuk menyatakan mundur dari kompetisi duta pelajar ini.

“Bu, saya berterima kasih, saya sudah di beri kepercayaan untuk mengikuti kompetisi itu. Tapi saya berubah pikiran bu. Saya minta maaf, saya nggak bisa ikut kompetisi itu.”

“Kamu? Kamu nggak nyesel. Ini kompetisi bergengsi. Sayang kalau kamu lewatkan.”

“Saya tau bu. Saya sudah memikirkan resikonya.”

“Jadi, kamu mau siapa yang mewakilkan sekolah kita?”

“Mungkin Yolan bu. Saya rasa ia juga pantas ikut kompetisi ini.”

“Yolan?”

“Dia cukup baik kan bu menjadi duta pelajar??”

“Memang, perolehan skor kamu dan Yolan hanya berbeda 1 angka. Tapi, apa kamu yakin? Ibu nggak mau salah memilih lho..”

“Saya yakin bu..! saya perlu istirahat, saya izin pulang bu.”

“Oh, baiklah. Tolong panggilkan Yolan ya!”

“Baik bu!”

Lani mendatangi Yolan dengan wajahnya yang pucat. Sebenarnya, Lani belum mendapat izin dari dokter untuk mulai turun sekolah, tetapi ia memaksa.

“Yolan, kamu di panggil Bu Tari. Soal nya, kamu yang mewakili SMA kita.”

“Kok aku? Bukannya kamu?”

“Sudahlah datangi aja. Sukses yaa!!”

Yolan pun berlari menuju ruang Bu Tari. Sungguh amat disayangkan oleh Lani, Yolan sama sekali tak berterima kasih kepadanya. Lani hanya tersenyum kecil, lalu terjatuh. Bukan karena sengaja, Lani jatuh karena pingsan. Teman-temannya membawa Lani ke rumah sakit terdekat.

—­^_^—

Hari demi hari, Lani dirawat di rumah sakit. Mungkin sudah seminggu ia dirawat dirumah sakit dalam keadaan tak sadar. Esok hari, Yolan harus mengikuti kompetisi duta pelajar. Sama sekali tak pernah Yolan menjenguk Lani. Entah karena sengaja, atau memang ia tak tau. Ia sepertinya sudah lupa dengan jasa Lani, yang telah memberikan nya kesempatan untuk mengikuti kompetisi yang juga ia cita-citakan ini.

Lani terus melemah, kekhawatiran orang tua Lani memuncak. Terus datang doa dari kawan-kawannya agar Lani segera sadar dari komanya.

Lani tersadar. Ia seolah mencari-cari seseorang.

“Kenapa Lan? Kamu istirahat aja. Ayah dan ibu kamu tadi pesan ke aku supaya kamu gak kemana-mana” kata Arla

“Mana Yolan??” tanya Lani lemah

“Yolan kan ikut kompetisi duta pelajar!” jawab Arla yang berada di samping Lani

“Arla, sampaikan pada Yolan. Aku akan selalu cinta dia. Bilang sama dia, aku berterima kasih atas sikap cuek darinya. Bilang juga sama dia, jangan sombong. Dan terakhir, tolong maafin aku. Waktuku nggak lama lagiiii…” Lani terpejam, dalam hati ia berkata ‘Yolaaaan, I Love You’. Sesaat, semakin lama, semakin lama lagi, membuat Arla semakin panik. Arla pun memanggil dokter dan orang tua Lani.

Dokter datang memberi pertolongan. Namun gagal, Lani menghembuskan nafas terakhir. Tepat di saat Yolan dinobatkan sebagai duta pelajar. Sungguh malang Lani, hanya karena seorang Yolan, cinta sejatinya, ia korbankan cita-citanya dan hidupnya

 

Tinggalkan komentar